Empat Tahun Perjalananmu, Sebuah Teriakan Bisu
23.01 | Author: Forum Pena Pesantren


Oleh: Zian Armie Wahyufi

Sebenarnya, sudah satu tahun saya menyelesaikan pendidikan di Pondok Pesantren Al Falah Putera, namun entahlah, sepertinya Forum Pena Pesantren telah menjadi darah dan daging.

***


Empat tahun Forum Pena Pesantren (FPP) bukan lagi usia yang muda untuk sebuah organisasi. Begitu banyak yang telah terjadi sejak awal didirikannya 20 Agustus 2007 silam oleh M. Noor dan saya sendiri, baik suka maupun duka (yang terakhir lebih sering).
Di awal didirikannya FPP yang bergerak di bidang tulis-menulis cenderung dipandang sebelah mata--bahkan acap tidak ditengok sama sekali, berbeda jauh dengan kegiatan-kegiatan lain semacam maulid, muhadharah (ceramah), kaligrafi, sepak bola, bulu tangkis, dsb. Jujur, ada kecemburuan kala itu. Ingin saya berteriak, bahwa sejarah mencatat budaya menulislah yang membuat Islam maju.
Anggota FPP pun silih berganti; masuk, keluar. Termasuk penggagas FPP sendiri, M. Noor, karena ia pindah sekolah. Hanya beberapa orang yang terus bertahan sejak mula ia bergabung. Dan regenerasi terus berlangsung.
Selain pertemuan rutin tiap malam Senin, ada beberapa peristiwa penting yang masih melekat di kepala saya, salah satunya ialah rencana nekat kami menerbitkan majalah LITERASI. Hal itu tidak berlangsung mulus. Masalah utama sangat mudah ditebak: dana. Lalu ketika hal tersebut teratasi (dengan bahutang),  masalah lain yang tak kalah serius sekonyong-konyong muncul, salah seorang ustadz (berpengaruh) tidak setuju! Padahal kami telah mengantongi izin dari ustadz bagian kesiswaan. Belum lagi mengingat LITERASI edisi perdana (Juni 2009) telah dicetak dan siap edar. Permasalahan ini lantas kami rundingkan dengan ustadz bagian kesiswaan. Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada ustadz yang melarang tadi, teguran beliau kami anggap sebagai masukan agar isi LITERASI lebih berkualitas. Maka penerbitan majalah pun tetap dilanjutkan. Bagi kami, jika memang sudah berani nekat, kenapa harus setengah-setengah? Bukankah ide tanpa resiko tidak pantas dinamakan ide? LITERASI edisi setrusnya terus terbit setiap dua bulan, meski tersengal-sengal, dan akhirnya terhenti di nomor 6, yaitu pada bulan Juni 2010 (barangkali karena katulahan).
Peristiwa lain yang juga cukup penting bagi FPP adalah seminar menulis cerpen pertama yang kami adakan dengan tema “Berdakwah Lewat Pena”. Bersyukur Bang Hajriansyah berkenan menjadi pembicara. Itu berlangsung pada 6 November 2009.
Kemudian di bulan Mei 2010, tepatnya pada tanggal 14, FPP mengadakan kegiatan di sebuah SD di daerah Tapin (lokasinya di pegunungan), yang kami sebut “Menyebarkan Virus Menulis”.
Lalu baru-baru tadi, 15 April 2011, adalah sejarah baru yang ditorehkan FPP. Dengan kenekatan yang lebih besar, kami menerbitkan buku secara indie untuk yang pertama kali, sebuah buku kumpulan cerpen dengan judul Tembok Suci. Hal ini tentunya tidak mungkin terlaksana jika tanpa bantuan Mas Harie Insani Putra dan MinggurayaPRESS-nya. Pada tanggal itu pula seminar menulis cerpen kembali kami adakan sekaligus lounching buku. Pembicara diisi oleh Mas Harie beserta Bang Sandi Firly.
Keterbatasan seringkali membuat seseorang menjadi kreatif, saya percaya itu.

***

Rasanya, sudah tak terhitung lagi tulisan-tulisan karya anggota FPP yang dimuat di media cetak dan memenangkan berbagai lomba. Namun apakah ini semua telah cukup membuktikan bahwa betapa kebeletnya FPP ingin mengharumkan nama Pondok Pesantren Al Falah? Entahlah. Dan bagaimana eksistensi FPP setelah empat tahun ini di mata dewan ustadz dan yang lainnya? Sekali lagi, entahlah. Walau saya yakin, ada sesuatu lain yang jauh lebih bernilai dari sekadar eksistensi yang menjadi magnet untuk FPP terus berkarya: dakwah. Maka setidaknya, buku inilah teriakan kami selanjutnya, meski kami hanyalah orang-orang ‘bisu’.


Batola, Musim Kemarau

This entry was posted on 23.01 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: