Hanya Doa
20.02 | Author: Forum Pena Pesantren

hanya doa - forum pena pesantren
Oleh: Radiannor

Hujan deras masih menderu di luar sana, sesekali diselingi suara guntur dan kilatan cahayanya. Sudah satu pekan ini tiap malam selalu saja hujan mengguyur dengan lebatnya, kadang dari sore sampai subuh, namun tak jarang pula sampai pagi. Dan malam ini, entah sampai kapan berhentinya. Para santri tentu saja terlelap dengan pulasnya. Selimut tebal melindungi tubuh mereka dari serangan dingin yang menusuk. Sungguh malam yang melenakan untuk berpetualang di alam mimpi.
Aku sendiri tak bisa tidur. Sudah kebiasaan bila malam merangkak maka perutku terasa lapar. Sebagai gantinya, biasanya siang kumanfaatkan untuk tidur.
Teng... teng... teng...
Jam dinding model kuno di asramaku berdentang, sudah pukul 3. O iya, satu lagi kebiasaanku bila malam, yaitu mengintip salah seorang santri putri. Biasanya ia bangun di sepertiga akhir malam. Aku yakin, walau dinginnya malam seperti ular yang siap menikam mangsa ini, santri putri itu pasti akan tetap terjaga, bila jam telah menunjuk pukul tiga. Kakiku melangkah ke pojok asrama. Fitria, nama gadis itu. Dia adalah ketua asrama, sehingga ia punya bilik tersendiri yang berada di pojok, berbeda dengan santri biasa.

Benar dugaanku, ia terjaga dari tidur. Matanya yang bening itu terbuka. Waah! Walau gurat-gurat kantuk itu masih jelas di wajahnya, namun parasnya tetap tampak sangat cantik. Eh, dia mulai beranjak dari tempat tidur. Aku tahu pasti dia mau ke kolam yang berada di belakang asrama ini. Kutunggu di sini saja lah.
Tanpa mempedulikan hujan lebat dan hawa dingin, dia membuka pintu belakang. Kulihat kemudian ia setengah berlari menerobos hujan lalu membasuh wajah dan anggota tubuhnya yang lain.
Tak lama ia kembali, terdengar pintu berderit karena engselnya yang sudah berkarat. Setelah masuk pintu itu segera ditutup kembali. Waah… Wah…! Fitria, lihat wajahmu lebih bercahaya daripada tadi.
Dia menghamparkan sajadah panjangnya kearah kiblat, hanya dua telapak tangan dan mukanya saja yang terlihat, namun itu pun sudah cukup menjelaskan alangkah cantiknya ia. Fitria mulai shalat malam dengan mengangkat kedua tangannya. Aku menikmati saat-saat seperti ini, saat ia berusaha menghilangkan jarak antara ia dan Tuhan.
Sujud akhir yang sangat lama. Aku khawatir kalau-kalau dia tak bangkit, tapi ternyata dugaanku salah, dia bangkit dari sujud dan akhirnya mengucap salam seraya menoleh ke kanan dan ke kiri.
Sungguh bahagia aku malam ini melihat kamu Fitria, di saat semua orang terbius oleh racun tidur, tapi kamu bangun dan melaksanakan shalat malammu. Senang aku Fitria, meski aku tak bisa shalat sepertimu tapi aku bisa bangun dan melihatmu.
Usai shalat, biasanya ia berdoa cukup lama sambil sesekali terisak. Aku tak pernah tahu apa doa yang bisa membuatnya sampai menangis itu, karena suaranya begitu lirih, bahkan kadang cuma dalam hati. Wajah cantik itu rupanya menyimpan kesedihan mendalam yang tak pernah ia ungkapkan kecuali pada Sang Pencipta. Sedikit banyak, hal itu menyita rasa penasaranku. Tapi malam ini, sudah kutekadkan untuk mengakhiri rasa penasaran itu, bagaimanapun aku harus bisa mendengar doa lirihnya.
Suaranya begitu pelan, maka dengan mengendap-endap, kucoba lebih dekat dengannya agar bisa mendengar doa yang ia layangkan. Tubuhku merapat di dinding, sedekat yang aku berani.
"Ya Allah… Ampunilah dosa hambaMu yang lemah ini, juga dosa-dosa keluarga hamba. Malam ini hamba akan berdoa seperti malam-malam sebelumnya, hamba tidak akan berhenti berdoa sebelum Kau kabulkan ya Allah… Karena hamba tahu, tak ada yang bisa mengabulkan doa selain Engkau ya Rabbi…
Ampuni dosa-dosa ayah hamba jika selama hidupnya ia pernah mengerja dosa, serta terimalah ia di sisimu ya Allah… Berikanlah ia martabat orang-orang saleh dan tempatkanlah ia di surgaMu ya Allah…
Dan sehatkanlah ibu hamba, pulihkan jiwanya, berikan ia ketenangan hidup di sisa  hidupnya ya Allah… Hamba tak sanggup bahkan sekadar membayangkan bagaimana keadaan Ibu yang kini dirawat di rumah sakit jiwa.
Juga sadarkanlah kakak hamba dari apa yang telah ia lakukan, keluarkanlah ia dari lembah hitam dunia yang dimasukinya itu, dan kembalikanlah ia pada kami ya Allah…”
Fitria mulai terisak, dan bulir-bulir bening menetes dari sudut matanya.
“Kau tentu tahu apa yang telah terjadi pada keluarga hamba. Tapi apa salahnya hamba curahkan semuanya itu kepada Engkau karena hanya kepada Engkaulah yang pantas untuk mencurahkan semua kemelut hati ini. Hanya Engkau yang benar-benar mengerti, dan hanya Engkau pula yang bisa mengatasi dan mengembalikan kebahagiaan yang selama ini hilang dari keluarga hamba.
Apabila hamba ingat itu, maka kesedihan adalah segalanya. Semuanya dimulai dengan perkenalan Kakak dengan barang haram bernama narkoba. Awalnya kami tak tahu, dan setelah melihat perubahan-perubahan drastis pada tingkah laku Kakak dan kemudian menyelidikinya barulah kami tahu bahwa narkobalah yang telah merusak jiwanya. Kakak tak bisa disembuhkan, bahkan kecanduannya semakin menjadi. Kami tak bisa berbuat banyak. Dan kakak sering kabur dari rumah.
Bila Kakak pulang ke rumah, tujuannya hanya satu, minta uang. Ibu dan Ayah tahu kemana larinya uang itu, namun mau bagaimana lagi, bila tidak dikasih ia akan mengamuk.
Entah pada kali yang ke berapa, saat Kakak minta uang, Ayah dan Ibu tidak bisa memberinya, semua uang sudah habis karena selalu diberikan pada Kakak, dan yang tersisa hanyalah tumpukan hutang yang melilit. Kakak tidak terima, ia lalu mencari sertifikat tanah di lemari. Ayah berusaha mencegahnya, lalu terjadilah perkelahian itu. Perkelahian yang berujung lepasnya roh Ayah dari jasad dan kaburnya Kakak tanpa pernah pulang lagi.
Aku hanya bisa menangis, terlebih saat melihat darah yang mengucur dari perut Ayah. Demikian pula Ibu yang segara merangkul tubuh tak lagi bernyawa itu. Tak ada lagi Ayah yang selalu mendukungku sekolah di pesantren ini sampai lulus dan selalu menyabarkanku bila aku mulai tidak tahan dan ingin berhenti sekolah di pesantren.
Jiwa Ibu sangat rapuh, kejadian itu merenggut segala-galanya dari Ibu, hingga mengharuskannya untuk dirawat di rumah sakit jiwa. Aku sangat terpukul dengan itu semua, tak ada yang tersisa kecuali kesedihan. Untunglah aku sadar bahwa masih ada Engkau ya Allah. Aku masih memiliki dua hal yang sangat berharga dan tak bisa ditukar dengan apapun, yakni iman dan islam.
Hanya kepada-Mu hamba berserah dan memohon pertolongan ya Allah…”
Tangis Fitria semakin menjadi dalam doa-doanya, dan aku pun, harus kuakui, bahwa aku juga sangat sedih mendengarnya. Aku padahal cuma mendengarnya, bagaimana dengan Fitria yang mengalaminya?
“Radhitu billahi Rabba… wa bil islami dina… wa bi Muhammadin nabiyya wa rasula…” ucap Fitria lirih, mengakhiri doa dan curhatnya pada Sang Pengatur Segalanya.
Ternyata itu yang menjadi deritanya selama ini, yang memintanya untuk selalu mengadu di tiap sepertiga akhir malam, dan aku pun turut menangis dengan segala kesedihannya itu, aku seperti benar-benar merasakan apa yang tengah ia alami, meskipun aku tahu itu tak mungkin menimpaku.
Seandainya dari dulu aku tahu, tentu aku juga akan mendoakanmu. Tapi mulai sekarang aku janji akan mendoakanmu, karena hanya doa yang bisa kuberikan untukmu, Fitria. Akan kuajak nanti teman-teman sebangsaku, bangsa cicak. Eit, tapi aku bukan KPK lho… Hehe…
Aku beranjak meninggalkannya, menuju plafon yang gelap guna menambah isi perutku dan meminta teman-teman untuk mendoakanmu.
O iya, ada yang kelupaan. Eeee…. eeee…. Nah, sudah. Aku pun benar-benar menjauh darinya, setelahnya meninggalkan di kamarnya benda lonjong berwarna hitam dan benda bulat yang lebih kecil berwarna putih. Buat kenang-kenangan, he. [ ]
________________________________________________________________

radi - forum pena pesantren

Radiannor


Penulis yang satu ini punya bakat macam-macam, dari main band, maulid, sampai main bola. Namun yang paling menarik adalah bakat kepenulisannya. Berawal dari banyaknya tugas-tugas kuliah yang kebenyakan tugas tulisan, dia merasa harus belajar dunia kepenulisan hingga bergabung di FPP. Lahir di Pengaron 25 April 1990. Sekarang masih sibuk kuliah di Fakultas Tarbiyah STAI Al-Falah Banjarbaru. Komunikasi lebih mendalam bisa lewat Fb/email: radianker@rocketmail.com .

This entry was posted on 20.02 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: