Wasiat Cinta
21.58 | Author: Forum Pena Pesantren


Oleh: Radiannor

Sejak kau tinggalkan, Ibu. Di sini aku selalu kesunyian dan merasa sepi.
Dahulu kau selalu ada di sampingku, bahkan memanjakanku. Tapi sekarang semua keindahan dan kebahagiaan itu hilang. Aku tinggal sendiri, Ibu. Ayah kini tinggal bersama penggantimu.
“Jalan-jalan yuk, Neza,” Onen, pacarku mengirim SMS.
Kusapu air mata dengan tisu putih. Aku beranjak dari kamar dan menuju depan rumah untuk menunggu Onen, pacarku itu, setelah aku menyetujuinya untuk dijemput. Sebuah mobil BMW mewah berwarna hitam kemudian berhenti tepat di depan rumahku. Onen turun. Kacamatanya hitamnya serasi dengan mobil mewahnya. Rambut panjangnya yang seperti orang Korea menambah dia percaya diri, dan wajahnya yang putih dan tampan itu, selalu membuat aku cinta dan sayang padanya.
“Gimana, bisa sekarang kita jalannya?” Dia menatapku sambil tersenyum. Aku hanya mengangguk dan memblasa senyumnya.
Ibu, aku titip dulu rumahmu ini pada Tuhan, aku akan pergi bersama pacarku dulu untuk menghilangkan kesdihan ini. Doakan aku ya, Ibu!
“Kok diam aja? Ngomong dong...!” Tangan Onen memegang tanganku.
“Nanti wajahmu yang cantik dan seksi ini berubah jadi jelek lho kalo kamu terus-terusan diam,” lanjutnya sambil melepas tanganku. Selang beberapa menit, dia bicara lagi.“Yah, nggak ngomong juga. Aku ngerti kok, mungkin keergian ibumu tiga hari lalu masih membuatmu terpukul dan sedih, sampai-sampai sekarang kamu tidak mau ngomong sama sekali. Baiklah, aku bisa mengerti, tapi nanti besok-besok ngomong ya, Sayang...!” Tangannya kembali memegang tanganku, sambil menatap wajahku sesekali. Aku hanya diam dan tersenyum sedikit lalu kami pun segera berangkat. Pacarku menghentikan mobil BMW-nya di depan Hotel Banjarmasin Internasional.
“Ayo sayang, keluar! Kita sudah sampai. Kamu pasti akan bahagia di sini.”
Dua minggu ini aku pacaran dengan Onel. Ini pertama kalinya aku dibawa ke hotel. Dia ingin membahagiakanku dalam lamunan kesedihan, tapi kenapa harus di tempat seperti ini?

***


Ruangan ini sangatlah besar, lampunya pun sangat banyak. Tapi aneh, cahaya lampunya tidak terang bahkan cahayanya berganti-ganti; kadang merah, hijau, biru, kuning dan sesekali hanya gelap yang melintas. Suara musik yang tak jelas sangatlah memukul otak dan jantungku. Pacarku terlihat asyik bergoyang bersama teman-temannya yang tak kukenal satu pun.
Aku duduk sendirian di sini sambil minum air putih karena tak ingin ikut bersama pacarku yang terus berjoget di sana. Ibu, aku mulai ragu dengan pacarku ini, apakah dia baik bagiku, atau malah sebaliknya.
“Sayang, kita malam ini nginap di hotel sini aja ya...!” pintanya saat menghampiriku di kursi. Aku hanya bisa diam. Setelah membayar minuman, dia menggenggam tanganku dan membawaku pergi meninggalkan ruangan aneh ini.
Di dalam kamar, aku langsung duduk. Bingung, apakah malam ini aku akan sekamar dengan pacarku itu. Ibu, kalau kamu tahu aku sekamar dengan laki-laki, pasti kau akan marah besar.
Pacarku melepas baju dan celana jeansnya. Hanya tertinggal celana dalam yang tak dilepasnya. Dia mendekatiku dan memegang kedua tanganku dengan erat.
“Aku mencintaimu, Neza. Maukah kamu malam ini tidur bersamaku?”
Aku bingung menjawabnya, apakah aku harus menolak atau mengikuti kemauannya. Lagi-lagi aku hanya bisa diam.
Wajahnya perlahan mendekati wajahku. Seketika itu aku teringat Ibu. Ingin aku berlepas dari pacarku, tapi tangannya erat mengenggam tanganku, tangan yang panas.
“Jangan Onen! Aku nggak mau!!” Akhirnya, keluar juga suaraku dari keibsuan. Saat ini, meski aku tak berani menolaknya, tapi aku harus mencoba karena ini melanggar aturan Tuhan dan ibuku.
“Apa?!” Tangannya langsung melayang ke pipi kananku. Sungguh sakit.
Matanya mulai melotot. Baru pertama ini aku melihat mata pacarku seperti mata binatang buas. Dia berpaling dari hadapanku menuju pintu. Dia mengunci pintu. Lalu diperlihatkannya kunci itu padaku.
“Kalo kamu ingin kunci ini, kamu harus bersamaku malam ini!”
“Jangan Onen, ini nggak boleh terjadi sebelum kita menikah!”
“Hah, apa aku tidak salah dengar?! Itu urusan belakangan, Sayang. Ayo cepat, aku tidak sabar lagi setelah melihat kecantikan dan keseksian badanmu malam ini.”
“Tidak!! Aku tidak boleh melakukannya, itu perbuatan dosa!”
Ibu, aku takut...
“Kalo kamu tak mau, maka aku akan memaksamu!” Dia segera menghampiri dengan ganasnya. Ibu, aku sangat takut... Seandainya kau di sampingku saat ini, pasti kau akan melindungiku dan mengusir setan yang ada di hadapanku ini.
Ah, seandainya dulu wasiat Ibu itu aku turuti, tentu sekarang aku tidak berada di sini. Pasti sekarang aku sudah berada di pesantren. Ayah sekarang tak mencintaiku seperti dulu lagi. Itu karena aku menolak wasiat Ibu yang memintaku masuk pesantren. Bahkan aku bilang pada Ayah bahwa pesantren itu kuno. Betapa terpukulnya hati Ayah. Sekarang Ayah jarang menemuiku, hanya sesekali, itu pun cuma untuk memberikan uang, lalu pergi bersama istri barunya.
Aku baru sadar, ternyata sekolah di pesantren itu jauh lebih baik dari sekolah biasa. Wasiat Ibu benar, bila sekolah di pesantren kita akan terjaga dari perbuatan keji dan menjadikan kita orang yang baik. Beda dengan sekolah di SMA, baru satu minggu aku sekolah sudah punya pacar. Biarpun dia tampan dan tajir, tapi sekarang ini sebenarnya dia setan!
Aku hanya bisa berlari - sambil menangis, menghindar dari sergapan Onen yang sedang kerasukan setan itu. Dia mendekatiku terus sambil tertawa, ingin menyantapku.
Ingin aku berteriak sekeras-kerasnya, tapi itu sia-sia. Kamar ini tertutup rapat. Aku hanya bisa meneteskan air mata dan menghindar darisetan yang mempermainkanku.
“Baiklah, sekarang aku tidak ingin lagi bermain-main denganmu. Nezaku sayang, aku akan segera menyantap keindahan tubuhmu!”
Dia berlari kencang ke arahku. Wajahnya sangat menyeramkan. Aku tak bisa berlari lagi, aku hanya pasrah. Tanganku meraba-raba tembok sambil bersandar. Tanganku terasa menemukan sebuah jendela. Kudorong jendela itu dengan tangan kirku hingga terbuka. Terlihat bulan terang jauh di sana, bintang banyak terhampar di sekelilingnya, sangat indah langit malam ini. Tapi berbeda dengan jiwaku saat ini. Aku menengok ke bawah. Dari ketinggian kamar ini, terlihat kecil mobil dan motor yang melintas di jalan.
“Kalo kamu mendekat, aku akan terjun ke bawah sana!”
“Hahaha...Coba saja kalau berani...”
Dasar jahat. Bajingan!
“Baiklah, kalau itu mau kamu. Aku akan terjun dan kamu setelah ini tidak akan bebas, bahkan kamu akan tersiksa di penjara nanti. Walaupun kamu bebas, maka hantu yang ada di diriku kan menghantuimu!!!” Darahku tambah panas, seakan membakar jiwa ragaku. Aku tekadkan, kalu dia masih tetap menyurhku terjun yang kedua kalinya, aku akan benar-benar terjun.
“Jangan, Neza! Oke, oke, aku akan mengikuti permintaanmu. Apa yang kamu inginkan sekarang?”
Ternyata dia takut juga dengan ancamanku tadi.
“Aku ingin kamu serahkan kunci pintu itu dan membiarkanku pergi selamanya!”
“Baiklah, kalau itu permintaanmu. Tapi kamu harus melupakan kejadian ini, aku juga akan menjauhimu selama-lamanya!!”
“Memang itu yang aku mau. Sekarang lemparkan kunci itu dan kamu pergi menjauh, masuk ke dalam kamar mandi sana!!”
Dengan berat hati dia langsung melemparkan kunci pintu ke arahku sambil berjalan ke kamar mandi. Aku berjalan cepat tanpa menyia-nyiakan kesempatan ini. Kuambil tas yang ada di atas kasur dan langsung menuju pintu kamar. Sempat kudengar Onel berteriak.
“Hei, Neza! Sok suci kamu. Asal kamu tahu, aku masih bisa mendapatkan wanita-wanita lain yang lebih seksi dari kamu! Cepat pergi, aku tak ingin lagi lihat wajah najis kamu!!!”
Ibu, mulai sekarang aku akan berubah dan menjadi seperti yang Ibu mau. Aku akan masuk pesantren seperti wasiatmu dan menemui ayah untuk meminta maaf atas ketidak sopananku selama ini.
Di luar hotel, kulihat langit. Bulan, bintang, aku akan setenang dirimu setelah ini.[ ]
_______________________________________________________________


Radiannor

Sambil menjadi santri di Pondok Pesantren Al Falah (kelas 2 Aliyah), Radi setiap harinya juga keluar-masuk kampus STAI Al Falah (mahasiswa, kaitu nah). Saat ini, pria sejati kelahiran Pengaron, 25 April 1990 (tuha sudah sakalinya, cucukai kuliah sudah) ini menjabat sebagai bendahara di FPP, mempertanggungjawabkan seluruh “kekayaan” FPP.



This entry was posted on 21.58 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: