Aku, Terlambat dan Disanksi
22.20 | Author: Forum Pena Pesantren


(Cerpen ini pernah dimuat di harian Banjamasin Post Dengan Judul “Selalu Diimpit Waktu”)

Oleh: Zian FPP

Hidup di pesantren membuatku selalu berkutat dengan waktu.
“Teeeeeetttttt... teeeeeeetttttttt....”
Tu kan, bel tanda waktu istirahat berakhir sudah berbunyi, sementara aku masih mencuci pakaian di kolam.
“Sadikin !!! Lajui....!!!”



Nah, itu pasti suara ketua asramaku. Tapi apa boleh buat. Tanggung. Tinggal dua lembar lagi.
Selesai mencuci pakaian, aku mandi dulu. Menjemur cuciannya nanti saja. Tak ada waktu lagi.
Aku masuk lewat pintu belakang asrama dengan anduk melilit dari pusar sampai lutut dan tangan membawa perkakas mandi.
Tak kuhiraukan pandangan geram ketua asramaku yang sedang menunggu di pintu depan, siap untuk mengunci pintu. Kukunci pintu belakang lalu segera memasang seragam dan mengambil kitab.
Dengan tergesa-gesa, aku berlari keluar asrama. Kubiarkan kancing bajuku yang masih belum terpasang.
“Imbah magrib ikam badiri di Mushalla !” sanksi Ka Armi, ketua asramaku yang bawel itu.
“Hah, napa ka?” Aku protes.
“Tiwas ikam balalambat tarus! Urang habisan sudah tahulah!!”
Yah, begitulah hari-hariku di pesantren ini kujalani. Terus diimpit oleh waktu. Aku, terlambat, dan disanksi, adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan.
*****
Di kelas tadi aku mengantuk sekali, namun selalu kutahan, sebab aku duduk di depan. Tidur di hadapan Ustadz yang sedang mengajar tentu saja adalah penghinaan. Dan aku tidak ingin menerima ganjaran atas melakukan penghinaan tersebut.
Maka tak ayal, begitu waktu pulang tiba, aku langsung berlari ke asrama dan menjatuhkan tubuhku yang kurus ini di atas kasur. Meskipun menurut teman-temanku kasurku ini sangat amat bau, tapi aku tak pernah merasakannya. Bagiku, kasur ini adalah surga!
Waktu zuhur memang telah tiba dan azan zuhur sebentar lagi mengalun, namun qamatnya masih lama. 20 menit, paling tidak. Waktu yang lumayan cukup untuk memuaskan kantukku.
*****
“Sadikin! Lakasi bangun, qamat sudah!” sayup-sayup kudengar Ka Armi membangunkanku.
Aku terjaga dari tidur. Tidak perlu panik. Aku hanya perlu meraih sajadah, berlari ke kolam wudhu, berwudhu, lalu masuk ke Mushalla. Sudah biasa.
Asramaku tidak jauh dengan Mushalla, sehingga hanya dalam beberapa menit aku sudah mengangkat takbir di Mushalla, dan tanpa masbuk!
*****
“Assala... mu ‘alaikum warahmatulla...h...”
Suara dari mic itu adalah suara pertama yang kudengar saat aku bangun dari tidur siang. Dan sesuatu yang pertama kulihat adalah wajah Zainuddin, staf keamanan yang sedang kontrol.
Aku bangkit. Kulihat jam dinding yang tergantung di atas pintu. Oh, tidak! Aku tidak shalat ashar berjama’ah! []


This entry was posted on 22.20 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: