Aku Belum Mati
22.38 | Author: Forum Pena Pesantren

Oleh: Farid FPP


Aku terus berlari kecil. Membiarkan telapak kakiku menginjak pasir-pasir gatal. Udara malam begitu tajam. Yang terdengar di sini hanya suara deru ombak dan gemuruh angin. Pancaran sinar sang purnama tetap setia menemaniku. Pohon-pohon pinus bergoyang mendendangkan syair sendunya.
Dari kejauhan, samar-samar terlihat olehku sebuah perahu kecil terdampar. Kupercepat lariku menuju perahu itu. Kebetulan di dalamnya ada dayung. Tanganku langsung memegang perahu dan mendorongnya ke tengah pantai. Kuraih dayung, naik ke perahu dan langsung meluncur melawan hempasan ombak.
*****


Entah sudah berapa jauh aku mendayung. Tak ada ombak lagi di sini. Mataku menyorot ke sekeliling, tak terlihat apa-apa.
Bayang-bayang rembulan tampak di permukaan air yang tenang. Bias cahayanya menentramkan. Hawa dingin masih betah membelai sekujur tubuhku yang kurus ini.
*****
Purnama tertutup awan hitam. Malam menggelap. Tak lama rintik-rintik hujan terasa menyentuh kulitku. Angin menderas. Aku mulai panik. Jangan-jangan akan terjadi badai!!
*****
Benar saja. Hujan turun amat derasnya. Angin kian dahsyat. Kini perahuku sudah hampir karam akibat dipenuhi air. Aku pun mulai berharap bahwa ini hanya mimpi...
“Aaaa.....”
Aku terpelanting. Angin puyuh menciptakan ombak besar dan tepat mengenaiku. Perahuku terbalik.
Aku berusaha bertahan. Kucoba meraih perahu yang masih mengapung terbalik di dekatku, dan berhasil. Kupegang erat-erat. Hanya ini satu-satunya cara untuk bisa bertahan hidup di tengah badai besar ini. Duuh... Semoga saja ini hanya mimpi.
*****
Badai reda sudah. Purnama merendah. Fajar pun menampakkan semburat keemasannya.
Aku masih dapat bertahan. Tapi sampai kapan? Mungkin sebentar lagi juga.... dagingku akan membengkak, membusuk dan berbau tidak sedap akibat napas yang terhenti. Aku mati? Oh, tidak...!
*****
Otakku terus berputar, dan akhirnya mengeluarkan serangkai gumam.
“Ah, sudahlah, mati juga tak apa. Lagipula mustahil aku bisa tetap hidup di sini.”
Kulepaskan peganganku, dan... aku tenggelam.
*****
Ada yang datang. Dia berpakaian serba putih dan memiliki sayap. Diangkatnya rohku meninggalkan jasadku yang terbaring di dasar laut ini. Ketika aku membuka mulut ingin bertanya siapa dia, dia menutup mulutku dengan telunjuknya. Aku pun diam dan ikut saja.
*****
Coba tebak aku sekarang ada di mana? Aku sekarang berada di luar angkasa! Bertemu para astronot dan alien, menyaksikan planet-planet berputar membingungkan.
Orang tadi sudah pergi meninggalkanku. Katanya ada tugas lain, tapi nanti kembali lagi. Dia memberiku sepasang sayap yang diambil dari dua helai bulu sayapnya. Dia juga sudah mengajariku cara menggunakannya.
*****
Syuhhh..., aku sudah capek berkeliling-keliling, melihat-lihat dan bermain-main di sini. Tidak terlalu menyenangkan. Lebih baik aku berisitirahat dulu sambil menuggu orang berpakaian serba putih tadi untuk mengetahui mau dibawa ke mana lagi aku.
Kupandangi planet-planet yang sedang sibuk bekerja. Mataku tertuju pada planet kecil hijau cerah tempat di mana beberapa jam yang lalu aku diangkat dari jasadku di dasar laut dan dibawa ke sini, indah sekali. Tapi sayang, ada lubang-lubang kecil di permukaannya yang mengurangi keindahan planet ini. Entah karena apa itu.
Pandanganku beralih ke atas. Aku dikejutkan oleh semacam bola api besar yang terjatuh. Kulihat ke bawah, kulihat lagi ke atas. Wah, gawat! Bola api itu akan menjatuhi planet hijau! Nyawa para penghuninya akan terancam. Dengan penuh kenekatan dan keberanian, segera kukepakkan sayapku menuju bola api. Kukerahkan tenaga dan kuterjang bola api itu. Tapi hanya bergeser sedikit, sekali lagi dan sekali lagi!
Dia jatuh mengenai sebuah planet yang dikelilingi cincin es. Apinya pun padam. Oh...., syukurlah.
*****
Akhirnya datang juga dia. Cahaya putihnya tampak dari kejauhan. Dia menyapaku halus dan....
“Ayo, cepat ikut aku! Sudah saatnya kau terjaga dari mimpimu ini.”
Aku tidak mengerti.
“Maksudmu apa?”
“Sudah, jangan banyak tanya. Ikuti saja aku!”
Dia menarikku.
“Hei, kita mau ke mana?!”
Dia diam saja.
*****
“Kita sudah sampai.”
“Kenapa aku dibawa ke sini lagi?”
“kau diam di sini dulu, aku akan ke dasar laut mengambil jasadmu yang tertinggal di sana.”
Dia pun meninggalkanku sendiri mengawang di atas perairan ini.
*****
Dia datang lagi.
“Sekarang, kau konsentrasikan pikiranmu. Aku akan menyatukanmu kembali dengan jasadmu ini. Bersiaplah!”
“Hei, tunggu dulu. Ka... kamu ini siapa?”
“Aku ini dari bangsa malaikat. Namaku Izrail.”
*****
Sinar mentari yang masuk dari kaca jendela yang sudah terbuka gordennya menyilaukan mata dan membangunkanku.
Saat aku duduk, aku pun sadar kalau aku telah mengalami mimpi panjang, amat panjang. Hmmm...., ternyata aku belum mati.[]



This entry was posted on 22.38 and is filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: