1. Tiada perubahan yang kutemukan. Hanya wajah segar hijau hutan pedalaman Kalimantan. Barisan pohon-pohon yang dibelah jalan setapak menuju perkampungan. Helaian daun kering yang hampir menutupi permukaannya. Di ujung sana, burung-burung bercicit bersahutan, bertengger dan terbang di dahan dan ranting pohon Tengkawang. Sebatang pohon tinggi dengan daun yang lebar dan buah besar bersayap yang menjadi santapan hewan-hewan hutan.
Sungai berarus deras meluncurkan airnya di sela bebatuan. Gemericik arusnya meningkahi gesekan dedaunan yang dibelai oleh angin utara. Menciptakan sebuah keharmonisan irama yang meramaikan suasana hutan ini.
Sinar matahari kembali menyapa ketika kakiku menapaki padang berumput yang luas. Sebagai pertanda kampung yang telah lama kutinggalkan sudah semakin dekat. Dan di padang ini pula dulu aku dan teman-temanku menggembalakan hewan peliharaan kami.
2. Bulan terpahat sempurna di bentangan angkasa raya. Kemilau sinarnya memudarkan kerlip bintang yang mengintip malu-malu di balik sepotong awan. Malam yang datang berkunjung, membawa sisi gelapnya untuk merengkuh bumi, tak kuasa menghalangi cahaya purnama.
Halte itu semakin sepi. Pedagang asongan yang siang tadi ramai menawarkan dagangannya sudah menghilang satu persatu. Demikian juga orang-orang kantoran yang sore tadi tampak berjubel, sudah tak ada lagi. Mereka sudah menghilang ditelan bus kota yang datang dan pergi, bergerak terseok-seok ke tempat tujuan masing-masing.
3. Malam lewat, berganti pagi. Matahari seperti layang-layang dipentang menantang angin: semakin meniggi. Satu persatu, wajah mengantuk keluar dari pos, terhuyung, berjalan ke rumah masing-masing. Sebagian terlelap di dipan kamar, sebagian harus memenuhi tuntutan menggarap ladang, atau menggiring ternak ke punggung gunung. Melewati sisi sungai yang meliuk di batas luar kampung, menatap sejenak gerumbul semak.
0 komentar: