Batakan: Saksi Revolusi FPP
22.41 | Author: Forum Pena Pesantren

Oleh: Ilham FPP

Desa Batakan memang memiliki beberapa aset wisata yang eksotik. Di antaranya Pantai Batakan, Pantai Labuan, Pulau Datu, Pantai Batu Lima dan masih banyak lagi. Karena itulah, tempat ini menjadi pilihan kami dalam rangka merayakan dua tahun berdirinya FPP, serta untuk mempererat persaudaraan sesama anggota. Event ini juga menjadi momen revolusi FPP, karena banyak perubahan drastis yang dilakukan FPP sesudahnya.

Tak sia-sia menjelma seumpama setrika dalam mengurus perizinan yang rumit dan ruwet, akhirnya putaran ban mobil pick up yang membawa 18 anak-anak FPP berputar menuju Batakan. Dengan kecepatan sedang, kami tiba di lokasi penginapan, yakni rumah keluarga Farid FPP pada pukul 16.30 WITA seusai menempuh kurang lebih dua jam setengah perjalanan.


Di hari kedatangan, setelah shalat ashar, kami bergegas pergi ke Pantai Labuan. Tepiannya bukan berupa pasir, melainkan bebatuan dan karang. Karena itu pantai ini tidak cocok sebagai area berenang. Sebab, membahayakan jika tergores karang yang lancip.
Berhubung hari telah senja dan lagipula ini cuma sekadar melihat-lihat saja, kami kembali ke rumah keluarga Farid yang jaraknya tidak begitu jauh. Tentunya sebelum itu, ada foto-foto dulu, soalnya sangat sayang melewatkan berpose di batu alam saat sunset di pantai yang tangguh ini.
Di hari selanjutnya, pagi-pagi kami berjalan kaki menuju ke Pantai Batakan. Setidaknya kami ingin menyaksikan sunrise dari pantai yang eksotik ini. Berbeda dengan Labuan, Pantai Batakan memiliki pesisir dengan pasir yang halus. Tak sia-sia membawa bola ke sini karena tepiannya sangat cocok menjadi lapangan bola.
Namun tidak semuanya bermain bola. Ada yang perang lumpur, sementara itu di sudut sana mambangun istana pasir. Tak jauh dari situ, ada yang mengubur dirinya. Dan yang paling janggal adalah seorang omnivora yang apabila menemukan sesuatu yang bisa dikonsumsi langsung dia sikat.
“Manis seperti gula,” tuturnya sambil mengemut daging kepiting hidup-hidup.
Hura-hura tanpa rumusan. Kendati demikian, bukan berarti jauh-jauh ke sini hanya untuk itu. Agar rekreasi ini tetap berkesan pena, maka diwajibkan setiap anggota membuat satu puisi bertema pantai atau laut. Jadilah setelah capek, masing-masing meraih binder dan pulpen. Sambil duduk di atas pohon tumbang di bawah pohon pinus, dicandai napas laut, ditingkahi anggunnya dedaunan gugur, semuanya menumpahkan ide-ide yang menggeliat di otak.
Perjalanan terakhir menjelang sore, sebelum pulang kami menyempatkan berkunjung ke Pulau Datu. Sekitar pukul 3 siang kami datang kembali ke Pantai Labuan. Soalnya, dari situlah titik terdekat untuk mencapai Pulau Datu. Dengan kesepakatan harga, disewalah satu perahu milik nelayan setempat. Pemandangan di pulau mungil ini memang tak kalah memesona. Pastinya yang pertama dilakukan adalah ziarah ke makam Datu Pamulutan sebelum berkeliling pulau.
Puas menikmati sajian alam tempat ini, kami kembali ke tempat kami menginap. Usai melaksanakan kewajiban, kami pun pulang ke Al Falah. Dan senja terakhir pun tumpah di desa Batakan.[]





This entry was posted on 22.41 and is filed under , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: